Kemaknaan  Prapaskah

 

Oleh : Maikel Gobai

Bagi umat Katolik, Prapaskah adalah masa persiapan untuk menyambut Paskah atau kebangkitan Yesus Kristus bagi umat kristen  Di dunia. Oleh karena itu, Prapaskah bisa diartikan  sebagai masa persiapan yang dimaknai oleh umat Katolik untuk berpuasa dan berpantang. Sesuai artinya, masa puasa dan pantang dalam diwariskan oleh Gereja Katolik berdurasi 40 hari lamanya.

Seluruh umat mencontohi sikap Yesus Kristus yang pernah berpuasa dan berpantang selama 40 hari di Padang Gurun (Baca: Lukas 4:1—4 dan Matius 4:2).

Bilangan 40 juga ini sering muncul dalam Kitab Suci.

Musa berpuasa selama 40 hari; Elia berpuasa selama 40 hari; Israel ada di Padang Gurun selama 40 hari.

Selama 40 hari, umat Katolik meneladani Yesus yang tidak makan apa-apa walaupun dia sering dicobai oleh iblis.

Lukas 4:3 menyatakan bahwa saat berpuasa Yesus sempat dicobai iblis dengan memberinya roti atau makanan.

Umat Katolik pun coba mengikuti sikap puasa Yesus Kristus dengan tidak makan makanan tertentu.

Pada masa Prapaskah (baik dulu dan sekarang) banyak makanan tidak boleh dimakan umat Katolik.

Misalnya, makanan berlemak, daging, ikan, telur dan makanan yang mengandung susu. Namun demikian, makanan tersebut tidak dibuang tetapi dibagikan ke orang-orang yang tidak mampu.

Sekarang ini banyak umat Katolik mengartikan aksi puasa tersebut dengan cara yang lebih sederhana.

Mereka antara menyumbangkan makanan dan/atau uang yang sebenarnya dipakai untuk membeli makanan itu kepada gereja.

 

Mereka juga bisa menyalurkan bahan makanan dan/atau uang yang seharusnya dimanfaatkan untuk membeli makanan kepada orang yang berkekurangan.

Secara lebih dalam, puasa dan pantang bagi umat Katolik adalah tanda pertobatan dan tanda penyangkalan diri.

Umat Katolik mempersatukan sedikit pengorbanannya dengan pengorbanan Yesus di kayu salib sebagai silih dosa dan demi keselamatan dunia.

Puasa dan pantang bagi kita tak pernah terlepas dari doa.

Dengan demikian, pantang dan puasa merupakan latihan rohani yang mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama dan bukan untuk hal lain.

Misalnya, tidak makan supaya kurus, menghemat, dll. Dengan mendekatkan dan menyatukan diri dengan Tuhan, maka kehendak-Nya menjadi kehendak kita.

 

Tobat dengan puasa dan pantang, menurut Kitab Hukum Gereja Katolik:

Kan. 1249 – Semua orang beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi;

tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat,

di mana umat beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk doa, menjalankan karya kesalehan dan amal-kasih,

menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang.

Menurut  Aturan dan Norma kanon-kanon sebagai berikut:

Kan. 1250 – Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan juga masa prapaskah.

Kan. 1251 – Pantang makan daging atau makanan lain menurut ketentuan Konferensi para Uskup hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun,

kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya;

sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati Sengsara dan Wafat Tuhan Kita Yesus Kristus.

Kan. 1252 – Peraturan pantang mengikat mereka yang telah berumur genap empat belas tahun; sedangkan peraturan puasa mengikat semua yang berusia dewasa sampai awal tahun ke enam puluh;

namun para gembala jiwa dan orangtua hendaknya berusaha agar juga mereka,

yang karena usianya masih kurang tidak terikat wajib puasa dan pantang, dibina ke arah cita-rasa tobat yang sejati.

Kan. 1253 – Konferensi para Uskup dapat menentukan dengan lebih rinci pelaksanaan puasa dan pantang;

dan juga dapat mengganti-kan seluruhnya atau sebagian wajib puasa dan pantang itu dengan bentuk-bentuk tobat lain.

Dengan  Demikian , Ketentuan dari Konferensi para Uskup di Indonesia menetapkan:

Hari Puasa dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Hari Pantang dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan tujuh Jumat selama Masa Prapaska sampai dengan Jumat Agung.

Yang wajib berpuasa ialah semua orang Katolik yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60. Yang wajib berpantang ialah semua orang Katolik yang berusia genap 14 tahun ke atas.

Puasa (dalam arti yuridis) berarti makan kenyang hanya sekali sehari. Pantang (dalam arti yuridis) berarti memilih pantang daging, atau ikan atau garam, atau jajan atau rokok. Bila dikehendaki masih bisa menambah sendiri puasa dan pantang secara pribadi, tanpa dibebani dengan dosa bila melanggarnya.

Maka penerapannya adalah:

Kita berpantang setiap hari Jumat sepanjang tahun (contoh: pantang daging, pantang rokok dll) kecuali jika hari Jumat itu jatuh pada hari raya,

seperti dalam oktaf masa Natal dan oktaf masa Paskah.

Penetapan pantang setiap Jumat ini adalah karena Gereja menentukan hari Jumat sepanjang tahun (kecuali yang jatuh di hari raya) adalah hari tobat.

Namun, jika kita mau melakukan yang lebih, silakan berpantang setiap hari selama Masa Prapaska.

Jika kita berpantang, pilihlah makanan/ minuman yang paling kita sukai.

Pantang daging adalah contohnya, atau yang lebih sukar mungkin pantang garam.

Tapi ini bisa juga berarti pantang minum kopi bagi orang yang suka sekali kopi,

dan pantang sambal bagi mereka yang sangat suka sambal, pantang rokok bagi mereka yang merokok, pantang jajan bagi mereka yang suka jajan.

Jadi jika kita pada dasarnya tidak suka jajan, jangan memilih pantang jajan, sebab itu tidak ada artinya.

Pantang tidak terbatas hanya makanan, namun pantang makanan dapat dianggap sebagai hal yang paling mendasar dan dapat dilakukan oleh semua orang.

Namun jika satu dan lain hal tidak dapat dilakukan, terdapat pilihan lain, seperti pantang kebiasaan yang paling mengikat,

seperti pantang nonton TV, pantang ’shopping’, pantang ke bioskop, pantang ‘gossip’, pantang main ‘game’ dll.

Jika memungkinkan tentu kita dapat melakukan gabungan antara pantang makanan/ minuman dan pantang kebiasaan ini.

Puasa minimal dalam setahun adalah Hari Rabu Abu dan Jumat Agung, namun bagi yang dapat melakukan lebih,

silakan juga berpuasa dalam ketujuh hari Jumat dalam masa Prapaska (atau bahkan setiap hari dalam masa Prapaska).

Waktu berpuasa, kita makan kenyang satu kali, dapat dipilih sendiri pagi, siang atau malam.

Harap dibedakan makan kenyang dengan makan sekenyang-kenyangnya. Karena maksud berpantang juga adalah untuk melatih pengendalian diri,

maka jika kita berbuka puasa/ pada saat makan kenyang, kita juga tetap makan seperti biasa, tidak berlebihan.

Makan kenyang satu kali sehari bukan berarti kita boleh makan snack/ cemilan berkali-kali sehari.

Ingatlah tolok ukurnya adalah pengendalian diri dan keinginan untuk turut merasakan sedikit penderitaan Yesus,

dan mempersatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib demi keselamatan dunia.

Maka pada saat kita berpuasa, kita dapat mendoakan untuk pertobatan seseorang, atau mohon pengampunan atas dosa kita.

Doa-doa seperti inilah yang sebaiknya mendahului puasa, kita ucapkan di tengah-tengah kita berpuasa,

terutama saat kita merasa haus/ lapar, dan doa ini pula yang menutup puasa kita/ sesaat sebelum kita makan.

Di sela-sela kesibukan sehari-hari kita dapat mengucapkan doa sederhana, “Ampunilah aku, ya Tuhan.

Aku mengasihi-Mu, Tuhan Yesus. Mohon selamatkanlah …..” (sebutkan nama orang yang kita kasihi)

Karena yang ditetapkan di sini adalah syarat minimal, maka kita sendiri boleh menambahkannya sesuai dengan kekuatan kita.

Jadi boleh saja kita berpuasa dari pagi sampai siang, atau sampai sore, atau bagi yang memang dapat melakukannya, sampai satu hari penuh.

Tidak menjadi masalah, puasa sama sekali tidak makan dan minum atau minum sedikit air.

Diperlukan kebijaksanaan sendiri (prudence) untuk memutuskan hal ini,

yaitu seberapa banyak kita mau menyatakan kasih kita kepada Yesus dengan berpuasa, dan seberapa jauh itu memungkinkan dengan kondisi tubuh kita.

Walaupun tentu, jika kita terlalu banyak ‘excuse’ ya berarti kita perlu mempertanyakan kembali,

sejauh mana kita mengasihi Yesus dan mau sedikit berkorban demi mendoakan keselamatan dunia.

Semoga puasa dan pantang ini mengantar seluruh umat Katolik untuk menyambut Yesus Kristus yang menderita dan wafat pada Jumat Agung.

Dengan demikian, umat Katolik mampu menyambut Yesus Kristus yang bangkit pada Minggu Paskah. Kemaknaan  Prapaska

Oleh : Maikel Gobai

Bagi umat Katolik, Prapaskah adalah masa persiapan untuk menyambut Paskah atau kebangkitan Yesus Kristus bagi umat kristen  Di dunia. Oleh karena itu, Prapaskah bisa diartikan  sebagai masa persiapan yang dimaknai oleh umat Katolik untuk berpuasa dan berpantang. Sesuai artinya, masa puasa dan pantang dalam diwariskan oleh Gereja Katolik berdurasi 40 hari lamanya.

Seluruh umat mencontohi sikap Yesus Kristus yang pernah berpuasa dan berpantang selama 40 hari di Padang Gurun (Baca: Lukas 4:1—4 dan Matius 4:2).

Bilangan 40 juga ini sering muncul dalam Kitab Suci.

Musa berpuasa selama 40 hari; Elia berpuasa selama 40 hari; Israel ada di Padang Gurun selama 40 hari.

Selama 40 hari, umat Katolik meneladani Yesus yang tidak makan apa-apa walaupun dia sering dicobai oleh iblis.

Lukas 4:3 menyatakan bahwa saat berpuasa Yesus sempat dicobai iblis dengan memberinya roti atau makanan.

Umat Katolik pun coba mengikuti sikap puasa Yesus Kristus dengan tidak makan makanan tertentu.

Pada masa Prapaskah (baik dulu dan sekarang) banyak makanan tidak boleh dimakan umat Katolik.

Misalnya, makanan berlemak, daging, ikan, telur dan makanan yang mengandung susu. Namun demikian, makanan tersebut tidak dibuang tetapi dibagikan ke orang-orang yang tidak mampu.

Sekarang ini banyak umat Katolik mengartikan aksi puasa tersebut dengan cara yang lebih sederhana.

Mereka antara menyumbangkan makanan dan/atau uang yang sebenarnya dipakai untuk membeli makanan itu kepada gereja.

Mereka juga bisa menyalurkan bahan makanan dan/atau uang yang seharusnya dimanfaatkan untuk membeli makanan kepada orang yang berkekurangan.

Secara lebih dalam, puasa dan pantang bagi umat Katolik adalah tanda pertobatan dan tanda penyangkalan diri.

Umat Katolik mempersatukan sedikit pengorbanannya dengan pengorbanan Yesus di kayu salib sebagai silih dosa dan demi keselamatan dunia.

Puasa dan pantang bagi kita tak pernah terlepas dari doa.

Dengan demikian, pantang dan puasa merupakan latihan rohani yang mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama dan bukan untuk hal lain.

Misalnya, tidak makan supaya kurus, menghemat, dll. Dengan mendekatkan dan menyatukan diri dengan Tuhan, maka kehendak-Nya menjadi kehendak kita.

Tobat dengan puasa dan pantang, menurut Kitab Hukum Gereja Katolik:

Kan. 1249 – Semua orang beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi;

tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat,

di mana umat beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk doa, menjalankan karya kesalehan dan amal-kasih,

menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang.

Menurut  Aturan dan Norma kanon-kanon sebagai berikut:

Kan. 1250 – Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan juga masa prapaskah.

Kan. 1251 – Pantang makan daging atau makanan lain menurut ketentuan Konferensi para Uskup hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun,

kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya;

sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati Sengsara dan Wafat Tuhan Kita Yesus Kristus.

Kan. 1252 – Peraturan pantang mengikat mereka yang telah berumur genap empat belas tahun; sedangkan peraturan puasa mengikat semua yang berusia dewasa sampai awal tahun ke enam puluh;

namun para gembala jiwa dan orangtua hendaknya berusaha agar juga mereka,

yang karena usianya masih kurang tidak terikat wajib puasa dan pantang, dibina ke arah cita-rasa tobat yang sejati.

Kan. 1253 – Konferensi para Uskup dapat menentukan dengan lebih rinci pelaksanaan puasa dan pantang;

dan juga dapat mengganti-kan seluruhnya atau sebagian wajib puasa dan pantang itu dengan bentuk-bentuk tobat lain.

Dengan  Demikian , Ketentuan dari Konferensi para Uskup di Indonesia menetapkan:

Hari Puasa dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Hari Pantang dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan tujuh Jumat selama Masa Prapaska sampai dengan Jumat Agung.

Yang wajib berpuasa ialah semua orang Katolik yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60. Yang wajib berpantang ialah semua orang Katolik yang berusia genap 14 tahun ke atas.

Puasa (dalam arti yuridis) berarti makan kenyang hanya sekali sehari. Pantang (dalam arti yuridis) berarti memilih pantang daging, atau ikan atau garam, atau jajan atau rokok. Bila dikehendaki masih bisa menambah sendiri puasa dan pantang secara pribadi, tanpa dibebani dengan dosa bila melanggarnya.

Maka penerapannya adalah:

Kita berpantang setiap hari Jumat sepanjang tahun (contoh: pantang daging, pantang rokok dll) kecuali jika hari Jumat itu jatuh pada hari raya,

seperti dalam oktaf masa Natal dan oktaf masa Paskah.

Penetapan pantang setiap Jumat ini adalah karena Gereja menentukan hari Jumat sepanjang tahun (kecuali yang jatuh di hari raya) adalah hari tobat.

Namun, jika kita mau melakukan yang lebih, silakan berpantang setiap hari selama Masa Prapaska.

Jika kita berpantang, pilihlah makanan/ minuman yang paling kita sukai.

Pantang daging adalah contohnya, atau yang lebih sukar mungkin pantang garam.

Tapi ini bisa juga berarti pantang minum kopi bagi orang yang suka sekali kopi,

dan pantang sambal bagi mereka yang sangat suka sambal, pantang rokok bagi mereka yang merokok, pantang jajan bagi mereka yang suka jajan.

Jadi jika kita pada dasarnya tidak suka jajan, jangan memilih pantang jajan, sebab itu tidak ada artinya.

Pantang tidak terbatas hanya makanan, namun pantang makanan dapat dianggap sebagai hal yang paling mendasar dan dapat dilakukan oleh semua orang.

Namun jika satu dan lain hal tidak dapat dilakukan, terdapat pilihan lain, seperti pantang kebiasaan yang paling mengikat,

seperti pantang nonton TV, pantang ’shopping’, pantang ke bioskop, pantang ‘gossip’, pantang main ‘game’ dll.

Jika memungkinkan tentu kita dapat melakukan gabungan antara pantang makanan/ minuman dan pantang kebiasaan ini.

Puasa minimal dalam setahun adalah Hari Rabu Abu dan Jumat Agung, namun bagi yang dapat melakukan lebih,

silakan juga berpuasa dalam ketujuh hari Jumat dalam masa Prapaska (atau bahkan setiap hari dalam masa Prapaska).

Waktu berpuasa, kita makan kenyang satu kali, dapat dipilih sendiri pagi, siang atau malam.

Harap dibedakan makan kenyang dengan makan sekenyang-kenyangnya. Karena maksud berpantang juga adalah untuk melatih pengendalian diri,

maka jika kita berbuka puasa/ pada saat makan kenyang, kita juga tetap makan seperti biasa, tidak berlebihan.

Makan kenyang satu kali sehari bukan berarti kita boleh makan snack/ cemilan berkali-kali sehari.

Ingatlah tolok ukurnya adalah pengendalian diri dan keinginan untuk turut merasakan sedikit penderitaan Yesus,

dan mempersatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib demi keselamatan dunia.

Maka pada saat kita berpuasa, kita dapat mendoakan untuk pertobatan seseorang, atau mohon pengampunan atas dosa kita.

Doa-doa seperti inilah yang sebaiknya mendahului puasa, kita ucapkan di tengah-tengah kita berpuasa,

terutama saat kita merasa haus/ lapar, dan doa ini pula yang menutup puasa kita/ sesaat sebelum kita makan.

Di sela-sela kesibukan sehari-hari kita dapat mengucapkan doa sederhana, “Ampunilah aku, ya Tuhan.

Aku mengasihi-Mu, Tuhan Yesus. Mohon selamatkanlah …..” (sebutkan nama orang yang kita kasihi)

Karena yang ditetapkan di sini adalah syarat minimal, maka kita sendiri boleh menambahkannya sesuai dengan kekuatan kita.

Jadi boleh saja kita berpuasa dari pagi sampai siang, atau sampai sore, atau bagi yang memang dapat melakukannya, sampai satu hari penuh.

Tidak menjadi masalah, puasa sama sekali tidak makan dan minum atau minum sedikit air.

Diperlukan kebijaksanaan sendiri (prudence) untuk memutuskan hal ini,

yaitu seberapa banyak kita mau menyatakan kasih kita kepada Yesus dengan berpuasa, dan seberapa jauh itu memungkinkan dengan kondisi tubuh kita.

Walaupun tentu, jika kita terlalu banyak ‘excuse’ ya berarti kita perlu mempertanyakan kembali,

sejauh mana kita mengasihi Yesus dan mau sedikit berkorban demi mendoakan keselamatan dunia.

 

Semoga puasa dan pantang ini mengantar seluruh umat Katolik untuk menyambut Yesus Kristus yang menderita dan wafat pada Jumat Agung.

 

Dengan demikian, umat Katolik mampu menyambut Yesus Kristus yang bangkit pada Minggu Paskah.

Writer: Maikel Gobai

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *